Tirta Empul adalah sebuah pura yang terletak di Desa Manukaya,
Kecamatan Tampak Siring, Kabupaten Gianyar, Bali. Lokasinya tepat di
sebelah Istana Presiden di Tampak Siring yang dulu dibangun oleh
presiden Soekarno. Pura Tirta Empul terkenal karena terdapat sumber air
yang hingga kini dijadikan air suci untuk melukat oleh masyarakat dari seluruh pelosok Bali, tak jarang wisatawan yang berkunjung pun
tertarik untuk ikut melukat.
Pura Tirta Empul ini juga merupakan salah
satu situs peninggalan sejarah di Bali khususnya Gianyar. Oleh karena
itu pula, presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno mendirikan
sebuah Istana Presiden tepat di sebelah barat Pura Tirta Empul, Tampak
Siring. Para presiden Indonesia yang datang ke Bali biasanya
menyempatkan diri singgah ke Istana Presiden Tampak Siring tersebut.
Saat ini pura Tirta Empul dan lokasi tempat melukat tersebut merupakan
salah satu lokasi wisata unggulan di kabupaten Gianyar.
Konon terdapat sebuah cerita tentang seorang raja yang bernama
Mayadenawa, Mayadenawa sangat sakti tetapi jahat. Bhatara Indra pun
diutus dari langit untuk membunuh Mayadenawa. Mayadenawa kewalahan lalu
melarikan diri dengan berjalan sambil memiringkan telapak kakinya agar
tidak terdengar oleh Bhatara Indra. Dari sanalah kemudian muncul nama
sebuah desa Tampak Siring. Mayadenawa kemudian meracuni pasukan Bhatara
Indra dengan air yang sudah diracuni, Bhatara Indra lalu menancapkan
sebuah bendera ke tanah dan tersembur air yang dijadikan penangkal racun
Mayadenawa. Konon sumber air itulah yang kini disebut Tirta Empul.
Anda yang tinggal di Bali khususnya umat Hindu tentu tak asing dengan
tempat melukat di Pura Tirta Empul ini. Bagi anda yang dari luar Bali
dan berlibur ke Bali, rasanya mungkin belum lengkap jika belum
jalan-jalan ke Gianyar yang terkenal sebagai pusat seni di Bali, dan
juga jangan lupa mampir ke Pura Tirta Empul dan merasakan suasana sejuk
dan tenang. Jika berkenan, silahkan mencoba untuk melukat dan merasakan
dinginnya air dari pancoran di Tirta Empul.
|
sumber : imadewira.com
Jatiluwih
Jatiluwih adalah sebuah desa pegunungan yang terletak di lembah kaki
Gunung Batukaru dengan ketinggian 850 meter di atas permukaan laut. Desa
Jatiluwih berada di daerah kecamatan Penebel, kabupaten Tabanan
berjarak sekitar 20 km di sebelah utara kota Tabanan atau berjarak
sekitar 38 km dari kota Denpasar. Untuk mencapai kawasan ini harus
melalui jalan yang cukup sempit dan menanjak. Desa Jatiluwih menjadi
daerah kawasan wisata yang dimiliki kabupaten Tabanan karena memiliki
tanah perkebunan dan persawahan yang berteras-teras sehingga akan
terlihat pemandangan sawah yang indah untuk dipandang terutama pada sore
hari menjelang matahari terbenam.
Menurut sejarah, nama desa Jatiluwih sebelumnya bernama desa
Girikusuma. Pergantian nama tersebut terjadi pada masa pemerintahan raja
Dalem Waturenggong (1460-1552). Pada masa itu di desa Girikusuma ada
seorang tokoh agama yang bernama Ida Bagus Angker yang melakukan
meditasi dan madiksa (menjadi pendeta). Setelah beliau menjadi pendeta,
desa Girikusuma lalu berganti nama menjadi desa Jatiluwih. Pada tempat
di mana beliau bermeditasi, kemudian dibangun sebuah tempat pemujaan
yang disebut Pura Gunung Sari. Pura tersebut didirikan oleh Ida Bagus
Angker bersama dengan seorang abiseka Ida Bhagawan Rsi Canggu pada
sekitar abad ke-16. Pada bagian halaman dalam pura Gunung Sari terdapat
bangunan suci padmasana yang berfungsi untuk memuja Tuhan dalam
manifestasi terhadap Dewa Siwa pada aspek Mahadewa yang ber-sthana di
Gunung Batukaru atau Penguasa Mandala Barat. Sehingga pemujaan tersebut
dilakukan agar mendapatkan anugerah khusus yang diharapkan yaitu
kesuburan, kemakmuran, dan keselamatan dalam bidang pertanian.
sumber : wisatadewata.com/article/wisata/jatiluwih
|